Memelihara hewan seperti anjing atau kucing mungkin terdengar sangat biasa. Lalu, bagaimana dengan memelihara rubah? Tetapi, bukankah rubah adalah hewan liar yang tidak dapat dipelihara secara sembarangan?
Simak juga: Seekor Sable Diselamatkan dan Diadopsi dari Peternakan Bulu sebelum Dikuliti untuk Dijadikan Mantel
Tak jauh berbeda seperti anjing, rubah juga terlihat sangat menarik dan menggemaskan. Keduanya memiliki karakteristik fisik yang serupa karena masih tergolong dalam satu famili yang sama, yaitu Canidae.
Meski beberapa jenis terlihat lebih galak dan kurang ramah, sesungguhnya rubah adalah hewan yang mampu membangun ikatan batin yang erat dengan manusia. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa beberapa orang memilih untuk memelihara rubah.
Secara naluriah, rubah bukanlah hewan jinak. Bahkan beberapa jenis rubah memiliki kecenderungan untuk bertindak agresif kepada manusia di sekitarnya. Perilaku ini semakin diperparah setiap kali rubah merasa panik atau stres. Oleh karena itu, manusia berusaha untuk mendomestikasi rubah supaya lebih jinak dan mudah berinteraksi dengan manusia.
Tetapi tahukah kamu kalau proses domestikasi tak sama dengan menjinakkan?
Tujuan utama menjinakkan hewan liar adalah untuk meredam sifat agresif hewan. Sehingga mereka tidak mudah menyerang manusia atau spesies lain yang berada di dekatnya. Namun, perilaku yang lebih jinak ini hanya bertahan pada satu individu. Keturunan yang dihasilkan dari hewan tersebut tidak akan membawa sifat-sifat jinak yang telah dimiliki induknya.
Berbeda dengan menjinakkan, domestikasi adalah proses untuk mengubah susunan genetika hewan liar supaya memiliki perilaku tertentu. Seperti sifat jinak dan tak lagi agresif. Susunan genetika yang telah berubah ini nantinya akan diwariskan pada keturunannya. Karena itulah, proses domestikasi tak dapat dilepaskan dari usaha pengembangbiakan untuk memantau sifat jinak dari sang induk dapat diturunkan kepada keturunannya.
Dalam jangka panjang, domestikasi dapat mengubah suatu populasi hewan yang liar dan buas, menjadi jinak dan dapat dijadikan hewan peliharaan.
Simak juga: Tolak Kekejaman Industri Peternakan Bulu, Kini Sephora Tak Lagi Menggunakan Bulu Mink Asli
Sejak kapan rubah mulai didomestikasi dan menjadi sahabat manusia?
Pada tahun 1950an, seorang ilmuwan dari Institute of Cytology and Genetics di Rusia bernama Dmitri K. Belyaev melakukan penelitian terhadap rubah. Penelitian tersebut berawal dari rasa penasaran Belyaev terhadap perbedaan yang sangat mencolok antara anjing dan rubah. Mengapa anjing adalah hewan jinak sedangkan rubah tidak? Padahal kedua hewan tersebut masuk pada satu klasifikasi famili yang sama.
Setelah rubah-rubah dikembangbiakan hingga memiliki keturunan 10 generasi, ternyata rubah menunjukkan perilaku jinak seperti anjing. Mereka senang berinteraksi dengan manusia, bahkan kerap menjilat tangan dan wajah manusia. Tidak hanya perilaku, namun fisik mereka pun mengalami perubahan. Telinga rubah jinak menjadi lebih turun (floppy ears) dan bentuk ekornya berubah.
Kini, kemajuan teknologi dan penelitian yang semakin canggih berhasil menemukan adanya domestication syndrome di tubuh rubah liar yang menjadi subjek penelitian Belyaev. Istilah ini mengacu pada adanya sifat-sifat jinak dalam beberapa jenis hewan, termasuk hewan liar.
Simak juga: Proses Penyelamatan Kuda yang Berjam-jam Terjebak di Tanah Berlumpur
Secara genetika, tidak semua rubah liar tergolong hewan buas. Bahkan menurut penelitian tersebut, struktur genetika rubah jinak dan buas memiliki perbedaan yang signifikan. Itulah sebabnya persilangan antara dua hewan yang memiliki dua profil genetika berbeda akan menghasilkan keturunan yang sifatnya berbeda pula. Meski begitu, penelitian ini masih terus dikembangkan untuk menguji validitasnya.
Di beberapa negara, terutama Rusia, populasi rubah jinak telah dikembangbiakan secara masif. Silver fox adalah salah satunya. Rubah ini sebenarnya merupakan spesies rubah merah, hanya saja bulunya berwarna keperakan.
Silver fox adalah bukti bahwa rubah memiliki sifat jinak yang sangat mirip dengan anjing. Ketika mereka ingin mengungkapkan perasaannya kepada manusia, entah itu perasaan senang atau sedih, mereka akan menggoyangkan ekor, menurunkan telinga, dan menggonggong. Suatu sifat yang tak ditemukan pada rubah liar.
Simak juga: Perjuangan Menyembuhkan Trauma Dua Beruang dari Kekejaman Sirkus
Apabila ingin memelihara rubah di rumah, maka diperlukan usaha ekstra untuk merawat mereka dengan baik. Salah satu sifat rubah yang menyerupai anjing adalah mereka senang menandai teritori rumah dengan urin. Namun apabila dibandingkan dengan anjing atau kucing, aroma urin rubah jauh lebih menyengat. Selain itu, benda-benda yang sudah terkontaminasi urin rubah akan cenderung meninggalkan noda yang sulit dibersihkan.
Ketika memutuskan memelihara rubah, maka pemiliknya pun harus siap untuk mengakomodasi kebutuhannya dalam mengekspresikan naluri alamiah. Contohnya yaitu naluri untuk menggali, merobek, dan mencari segala sesuatu. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memberi sedikit tantangan setiap kali memberi mereka makanan. Sembunyikanlah makanan di tempat yang tertutup dan jauh dari jangkauan. Lalu, biarkan mereka memburu dan menyingkirkan segala rintangan demi mendapatkan makanan tersebut. Jadi, perlu diperhatikan pula apakah lingkungan rumah memungkinkan untuk menerapkan hal ini.
Meski terkesan merepotkan, namun sesungguhnya isu domestikasi sangat penting demi kelestarian dan kesejahteraan rubah.
Di banyak daerah, manusia lebih menghargai rubah yang sudah mati daripada yang masih hidup. Penyebabnya adalah karena bulu mereka dapat dijual dengan harga yang sangat mahal. Alasan inilah yang menyebabkan perburuan liar rubah masih terus terjadi.
Selain alasan ekonomi, menyakiti hewan liar yang tidak memiliki kedekatan emosional dengan manusia juga dianggap hal yang normal. Bandingkan dengan hewan domestik seperti anjing atau kucing. Segala tindakan yang menyiksa hewan domestik dianggap sebagai hal yang tabu untuk dilakukan. Tak hanya itu saja, masyarakat juga cenderung lebih mudah untuk berempati terhadap hewan yang dekat dengan kehidupan manusia.
Kisah yang dialami Trooper adalah bukti perbuatan manusia yang tega menyakiti hewan liar tanpa sebab yang jelas. Trooper adalah seekor rakun yang dipukul dengan sangat keras oleh seseorang. Akibatnya, ia harus mengalami kebutaan, tak bisa mencium aroma apapun, kesulitan berjalan, dan tak bisa melindungi dirinya sendiri.
Simak juga: Mengasuh Anak Zebra dengan Pakaian Motif Zebra, Seperti Apa Kisahnya?
Rakun adalah salah satu hewan liar yang terkenal ganas dan berpotensi membahayakan manusia. Itulah sebabnya banyak manusia menganggap spesies ini layak disakiti bahkan dibunuh. Padahal, hewan hanya akan menyerang manusia ketika merasa hidupnya terancam. Serangan tersebut adalah usaha pertahanan diri dari tindakan manusia yang seringkali dengan sengaja menyakiti mereka.
Itulah sebabnya mengapa domestikasi rubah diharapkan dapat meningkatkan kesadaran manusia akan pentingnya kesejahteraan hidup hewan liar. Karena sesungguhnya, semua hewan layak untuk hidup sejahtera dan sehat. Tak peduli apakah mereka liar atau jinak.
Penulis: Hilaria Arum
Editor: Glen Susanto
Video Editor: Gerry Intan Darajati
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!