Hak untuk hidup bahagia dan sejahtera adalah salah satu topik yang selalu diperjuangkan para aktivis pecinta hewan. Mereka selalu menentang segala praktik yang membuat hewan sengsara dan stres. Namun sebenarnya, dapatkah kita mengukur kebahagiaan hewan?
Simak juga: Momen Manis Seorang Pria Bertemu Kembali dengan Sahabat Keledainya setelah Lockdown
Mengukur kebahagiaan adalah hal yang sangat kompleks. Jangankan pada hewan, manusia pun seringkali sulit untuk menjelaskan definisi bahagia. Tetapi di sisi lain, hormon di dalam tubuh dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat stres yang dirasakan hewan.
Mendeteksi tingkat stres hewan bisa dilakukan dengan cara memeriksa kandungan hormon kortisol, norepinefrin, adrenalin, dan hormon stres lainnya. Menguji hormon tak harus melalui sample darah. Urin dan kotoran pun dapat menjadi alat deteksi yang akurat. Jadi, tidak perlu khawatir karena pengujian ini tidak akan melukai hewan kesayangan.
Karena stres memiliki ukuran ilmiah yang jelas, banyak ilmuwan menggunakan ukuran ini sebagai cara mengukur kebahagiaan hewan. Anggapannya, semakin rendah tingkat stress maka semakin bahagia hewan tersebut. Cara ini masih digunakan sampai saat ini karena belum ada metode ilmiah lain yang dapat secara pasti mengukur tingkat kebahagiaan hewan.

Simak juga: Seekor Sable Diselamatkan dan Diadopsi dari Peternakan Bulu sebelum Dikuliti untuk Dijadikan Mantel
Karena stres dapat diukur, maka mudah juga untuk menentukan kondisi seperti apa yang dianggap dapat mengurangi potensi stres. Hewan tidak memiliki konsep tentang kehidupan di masa depan seperti manusia. Maka, kebahagiaan hewan lebih dipengaruhi pada ketersediaan kebutuhan dasar. Contohnya: suplai makanan dan air minum yang cukup, tempat yang nyaman (bersih, suhu yang sesuai, dll), kebebasan mengekspresikan naluri alamiah, terbebas dari penyakit, dan tidak ada potensi predator yang sewaktu-waktu dapat menyerang.
Berdasarkan parameter ini, banyak orang menyimpulkan bahwa hewan peliharaan cenderung tidak mudah stres dan lebih berpotensi untuk merasa bahagia. Alasannya karena sang pemilik peliharaan sudah menyediakan berbagai kebutuhan dasar seperti makanan dan minuman. Hidup di dalam rumah bersama manusia juga relatif aman karena tidak ada predator yang tiba-tiba datang menyerang.

Simak juga: Berkat Anjing Keluarga yang Loyal, Penyandang Autis Berusia 3 Tahun Ini Berhasil Ditemukan
Berbeda dengan hewan liar. Kondisi yang dialami oleh satwa liar tidak bisa disamakan dengan hewan peliharaan. Sekalipun hewan liar dapat hidup bebas di alam, namun mereka harus berusaha keras untuk mendapatkan makanan dan minuman. Ancaman predator juga selalu mengintai hidup mereka. Sehingga sulit bagi satwa liar untuk benar-benar merasa aman seperti layaknya hewan peliharaan.
Dengan kondisi seperti itu, bisa kah kita berasumsi bahwa hewan liar tidak bahagia? Tidak juga.
Ketika stres dianggap mengurangi tingkat kebahagiaan hewan peliharaan, hewan liar justru membutuhkan perasaan tegang dan takut untuk dapat bertahan hidup. Stres membuat mereka mampu menyelamatkan diri dengan cepat dari ancaman predator. Saat cuaca dan kondisi lingkungan tiba-tiba berubah, rasa stres juga membantu hewan untuk beradaptasi dengan baik.
Bandingkan dengan stres yang dialami oleh hewan peliharaan. Ketika dilepaskan ke alam liar, besar kemungkinan mereka tidak akan merasa bahagia. Sulit bagi hewan peliharaan untuk bertahan hidup dalam situasi berbahaya karena mereka tidak terbiasa menghadapi serangan predator.
Kesimpulannya, konsep tentang bahagia dan stres pada hewan adalah hal yang sangat kompleks. Bahkan, setiap spesies dapat memiliki respons yang berbeda terhadap satu kondisi yang sama.
Penulis: Hilaria Arum
Editor: Glen Susanto
Video editor: Gerry Intan Darajati
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!