SERIES: Mitos di Balik Perburuan Liar
Di antara sekian banyak satwa liar yang ada di dunia, tenggiling adalah salah satu spesies yang paling sering diburu. Di beberapa negara seperti China dan Vietnam, hewan bersisik ini banyak ditangkap dari habitat aslinya untuk dijadikan menu santapan manusia. Tak hanya itu, beberapa masyarakat bahkan percaya kalau hewan yang lebih senang hidup soliter ini memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan. Benarkah demikian?
Sisik yang memenuhi sekujur tubuh tenggiling diklaim mengandung tramadol, sejenis narkotika yang dapat meredakan rasa nyeri. Karena rumor inilah, permintaan pasar akan sisik tenggiling sangat tinggi. Semakin banyak orang yang memercayai klaim tersebut, maka akan semakin banyak pula angka perburuan liar. Padahal, hal tersebut tentu akan sangat berbahaya bagi populasi tenggiling.
Simak juga: Bayi Anjing Laut yang Menjadi Korban Perburuan Liar Kini telah Dilepaskan Kembali ke Alam Liar
Rachel Jacobs dan beberapa peneliti lain dari Wildlife Forensics Laboratory di Oregon, Amerika Serikat, terdorong untuk memastikan keabsahan isu tersebut. Untuk itu, mereka menguji 104 ekor tenggiling untuk diteliti kandungan kimiawi dari sisiknya. Ternyata, hasil riset tersebut sangat bertentangan dengan opini banyak masyarakat yang memercayai pengobatan tradisional. Terbukti bahwa di dalam setiap spesimen sisik tenggiling yang diteliti, para peneliti tidak menemukan adanya kandungan tramadol.
Sepintas, penelitian ini terlihat seperti titik cerah bagi upaya pelestarian tenggiling. Namun faktanya, pernyataan ilmiah tersebut belum berhasil meredakan asumsi-asumsi keliru yang terlanjur berkembang di masyarakat. Dampaknya, permintaan pasar tetaplah tinggi dan perburuan masih terus terjadi. Kini, banyak spesies tenggiling pun terancam punah. Apabila hal ini terus terjadi tanpa ada upaya serius untuk memulihkan populasi mereka, bukan tidak mungkin tenggiling akan benar-benar punah di masa yang akan datang.
Melihat tingginya angka perburuan tenggiling, mungkin kamu bertanya-tanya. Apakah hewan unik ini tidak memiliki mekanisme pertahanan diri yang mampu membuatnya terhindar dari bahaya? Tentu saja mereka memiliki naluri alamiah untuk menyelamatkan diri, ketika menghadapi ancaman predator, mereka akan menggulung tubuhnya hingga menyerupai bola sisik yang tajam.
Mekanisme ini cukup ampuh untuk menghalau hewan predator seperti singa. Namun, melakukan hal ini tidak akan berdampak apapun apabila musuh yang dihadapi adalah manusia. Para pemburu liar selalu berhasil menemukan cara untuk menangkap tenggiling.
Simak juga: Seekor Sable Diselamatkan dan Diadopsi dari Peternakan Bulu sebelum Dikuliti untuk Dijadikan Mantel
Apabila tenggiling punah, maka keseimbangan ekosistem akan terganggu. Hewan berwarna cokelat ini memiliki fungsi krusial di alam sebagai pengontrol populasi hama. Makanan utama mereka adalah semut dan rayap. Dalam setahun, satu tenggiling mampu menghisap hingga 70 juta serangga. Cakarnya yang tajam sering digunakan untuk menggali tanah demi menemukan makanan favoritnya. Tanpa tenggiling, ledakan populasi semut dan rayap berpotensi akan terjadi hingga mengganggu kehidupan satwa lain.
Kontribusi positif yang dilakukan tenggiling tak hanya dalam hal memangsa serangga. Pada saat mereka menggali, tanah akan mendapat aliran udara yang baik. Hasilnya, tanah menjadi lebih gembur. Hal ini sebanding dengan aktivitas membajak sawah yang dilakukan petani. Apabila kualitas nutrisi di dalam tanah meningkat, maka tanaman akan tumbuh lebih subur.
Penulis : Hilaria Arum
Editor : Glen Susanto
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!