Gajah bukan hewan tunggangan, dan memaksakan mereka untuk demikian sama dengan penyiksaan. Katakan tidak untuk menunggangi gajah!
Siapa di antara kamu yang pernah menunggangi gajah di kebun binatang atau taman safari? Jika kamu pernah menaiki gajah, jadikan momen tersebut sebagai yang terakhir dan tidak mengulanginya lagi, ya! Jika belum, jangan berpikir untuk melakukannya!
Gajah memang kerap disebut sebagai hewan terkuat di muka bumi ini. Di masa lalu, mamalia besar dari famili Elephantidae tersebut tidak jarang digunakan untuk membantu manusia memindahkan benda yang berat atau yang berukuran besar. Gajah bahkan pernah terlihat mengangkat benda yang beratnya bisa mencapai satu ton lebih. Wow!
Lalu, mengapa dengan kekuatan sebesar itu, gajah tidak boleh ditunggangi?
Baca juga: Kelapa Sawit, Ancaman Nyata Bagi Nyawa Fauna Hutan Indonesia dan Malaysia
Faktanya, bagian tengah punggung gajah tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bisa ditunggangi. Dalam penelitiannya, para ahli anatomi hewan mengklaim gajah dewasa hanya mampu membawa beban maksimal sebesar 150 kilogram di bagian tengah punggungnya selama empat jam sehari.
Nah, kamu bisa membayangkan gajah yang ada di kebun binatang atau taman safari, yang harus “bekerja” melayani tiga pengunjung, anggaplah, dengan berat rata-rata 50 hingga 60 kilogram selama beberapa jam. Kasihan banget, kan?
Namun, bukan hanya hal itu saja yang membuat siapapun harus prihatin dengan nasib gajah. Untuk bisa ditunggangi, gajah juga harus melalui proses yang menyedihkan dan menyakitkan.
Seperti kita ketahui, gajah bukanlah hewan jinak yang bisa dipelihara seperti anjing atau kucing. Mamalia besar yang memiliki jalan yang anggun dan terkenal sebagai hewan yang cerdas tersebut adalah hewan liar yang memiliki tempat tersendiri dalam kelestarian alam. Meski ketika mereka lahir di penangkaran, gajah tetap masuk dalam kategori sebagai hewan liar.
Dalam The Jungle Book, pada bagian akhir film, kamu bisa melihat bagaimana sekumpulan gajah bisa memadamkan kebakaran hutan dengan mengubah aliran sungai. Itulah gambaran nyata kekuatan dan kecerdasan seekor gajah. Hebat, kan?
Karena hal tersebut, mengubah gajah dari hewan liar menjadi hewan yang didomestifikasi, seperti anjing atau kuda dan kemudian bisa ditunggangi, harus melalui proses yang menyakitkan.
Contohnya nih, gajah bayi akan dipisahkan dari ibu dan keluarga mereka di alam liar. Bisa membayangkan gajah yang masih kecil, yang masih butuh air susu induknya, bercengkrama dengan saudara lainnya, harus dipaksa berpisah dari kawanannya? Belum lagi sang ibu, yang berusaha menyelamatkan bayi gajah, ada kemungkinan dibunuh oleh mereka yang mengambil anaknya. Ya ampun!
Proses berikut juga tidak kalah menyakitkan buat si bayi gajah, yaitu langsung menjalani latihan. Agar tunduk pada pawangnya, si bayi gajah kerap disiksa dengan cara diikat dan dipukul hingga akhirnya mereka menyerah dan mengikuti kemauan pawang. Kondisi ini, menurut para ahli, membuat gajah kecil mengalami trauma dan stress.
Baca juga: Surat Kami Untuk Semua Hewan Pewarna Kehidupan
Hal lain yang membuat gajah menderita adalah minimnya ruang untuk mereka berjalan. Di alam liar, mereka bisa berjalan hingga belasan kilometer setiap harinya. Tapi hal itu tidak berlaku di kebun binatang. Ruang mereka berjalan bahkan kadang tidak sampai seluas lapangan basket.
Selain itu, telapak kaki mereka juga kerap cedera karena tanah yang mereka injak tidak selembut tanah di tempat mereka seharusnya hidup di habitatnya. Kondisi inilah yang kemudian berujung pada cedera kaki atau punggung di kemudian hari.
Yang paling mengkhawatirkan adalah minimnya asupan makanan bernutrisi, air yang cukup dan perawatan kesehatan untuk gajah tunggangan ini. Padahal, dengan kondisi pencernaan yang buruk, gajah harus banyak makan. Faktanya, gajah menghabiskan waktu 16 jam sehari hanya untuk makan.
Gajah juga butuh banyak minum. Gajah dewasa bisa minum 130 hingga 250 liter air setiap harinya. Bayangkan jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, dan mereka diminta bekerja ekstra berat setiap harinya?
Dengan level bekerja yang berat, tingkat stress yang tinggi, kebutuhan makan dan minum yang tidak terpenuhi, tidak jarang jika kemudian ada laporan gajah yang mengamuk dan menyerang warga atau wisatawan.
Sejumlah organisasi sudah melakukan langkah pintar dengan memboikot aksi wisata menunggangi gajah dan bentuk eksploitasi terhadap hewan. Beberapa agen perjalanan wisata juga sudah menolak menjual paket wisata ke tempat yang mengeksploitasi hewan. Patut diacungi jempol!
Nah, sekarang tinggal kamu yang bisa melakukan aksi nyata, dengan tidak menunggangi gajah di mana pun, juga mengajak teman-teman kamu melakukan hal yang sama. Bisa, kan?
Penulis : Muhammad Yanuar Firdaus
Editor : Bolu Bubu
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!