Topik membangkitkan hewan punah kini tak hanya menjadi sebatas khayalan di film science fiction. Perkembangan teknologi yang maju pesat memang membawa kita pada kemungkinan itu. Tetapi tentu saja ini bukan hal sederhana. Ada dilema moral yang harus dihadapi para peneliti.
Sebenarnya, ide ini memiliki tujuan positif. Apabila bisa dihidupkan kembali, peneliti percaya mereka akan berkontribusi dalam upaya menghentikan perubahan iklim yang kian memburuk.
Contohnya adalah wacana untuk membangkitkan woolly mammoth, hewan bertubuh besar yang masih memiliki kekerabatan dengan gajah namun sudah punah. Mammoth dianggap dapat menjadi solusi untuk permasalahan yang terjadi pada lapisan es abadi di Siberia.
Siberia adalah wilayah yang sangat luas di Rusia dan utara Kazakstan, yang masuk dalam kawasan Arktika di Kutub Utara. Dengan suhu yang kian memanas, lapisan es abadi tersebut kian hari kian meleleh.
Dahulu, ekosistem di Siberia hanya ditumbuhi rumput. Tumbuhan lain yang berukuran besar tidak bisa hidup di sana. Alasannya, mammoth yang berukuran sangat besar membuat semua tumbuhan besar mati terinjak-injak.
Rumput juga memiliki peran penting dalam menjaga es abadi di sana supaya tidak meleleh. Rumput yang berukuran kecil hanya menyerap sedikit sinar matahari. Sehingga, panas yang tersalurkan ke tanah pun lebih sedikit.
Berbeda dengan pohon besar yang menyerap banyak sinar matahari dan membuat tanah menjadi panas. Semakin panas tanah, maka akan semakin mudah pula es yang menyelimuti tanah tersebut untuk mencair.
Padahal, es abadi menyimpan gas karbon setara 2x lipat lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di atmosfer saat ini. Bayangkan apabila gas karbon sebanyak ini terlepas ke atmosfer, kerusakan besar pada ozon akan sungguh mengancam bumi.
Mammoth yang memakan rumput mati di sekitar lapisan es juga akan memicu tumbuhnya rumput baru lebih cepat. Semakin banyak rumput mati yang terbuang, maka akan memberi ruang yang cukup bagi rumput baru untuk tumbuh.
Namun, membangkitkan hewan punah tidak selamanya membawa dampak positif.
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah karakteristik mereka yang tidak cocok lagi dengan kondisi bumi yang telah jauh berubah. Apalagi dengan habitat yang semakin rusak, maka hewan tersebut pun terancam punah kembali karena tidak bisa bertahan hidup.
Baca juga: Euthanasia Pada Hewan Peliharaan, Haruskah Dilakukan?
Selain itu, siklus rantai makanan pun dapat berubah drastis hingga mengganggu keselamatan populasi spesies lainnya. Apabila hal tersebut terjadi, maka membangkitkan hewan punah hanya akan membawa dampak negatif.
Sebenarnya, seperti apa cara yang akan dilakukan untuk membangkitkan hewan punah?
Ada tiga cara yang dianggap paling populer dan paling mungkin untuk dilakukan. Yaitu kloning, genom editing, dan back breeding.
Di antara semuanya, kloning adalah metode yang paling banyak direkomendasikan. Caranya dengan mengekstrasi nukleus sel telur yang telah diawetkan dari hewan punah, lalu ditukar dengan nukleus sel telur lain yang dimiliki oleh spesies kerabatnya. Sel telur yang berisi nukleus hewan punah itu kemudian dimasukkan ke dalam tubuh spesies kerabat. Tujuannya supaya keturunan yang dihasilkan akan membawa karakteristik dari hewan yang sudah punah.
Namun, kloning baru bisa diterapkan untuk membangkitkan hewan punah yang sel telurnya telah diawetkan. Apabila usia kepunahan sudah terlalu lama dan pada saat itu belum ada teknologi untuk mengawetkan sel telurnya, maka prosedur kloning tidak dapat digunakan.
Genom editing adalah teknik yang memungkinkan adanya perubahan susunan genetika dengan cara menginjeksi DNA hewan punah ke dalam sel spesies hewan kerabatnya. Masuknya DNA lain akan langsung membawa perubahan genetika.
Keturunan yang dihasilkan dari metode ini akan membawa karakteristik dari dua spesies hewan yang berbeda, yaitu hewan punah dan kerabatnya.
Metode membangkitkan hewan punah ini juga dapat dimanfaatkan para peneliti untuk mendapatkan variasi genetika yang baru.
Sedangkan teknik back breeding atau juga sering disebut pengembangbiakan hewan yang selektif, memiliki prosedur yang berbeda dari dua sebelumnya. Proses back breeding adalah dengan memilih hewan kerabat, umumnya yang sudah didomestikasi, untuk direkayasa genetikanya. Tujuannya supaya lahir keturunan dengan sifat seperti hewan yang sudah punah.
Baca juga: Memberantas Nyamuk Tanpa Membasmi Mereka? Gimana Caranya?!
Back breeding akan menghasilkan keturunan yang mirip dari aspek fenotipe. Fenotipe adalah karakteristik fisik yang dapat diamati seperti warna mata, ukuran tubuh, kondisi kulit, ketahanan terhadap penyakit tertentu, dll.
Meski terkesan sangat menjanjikan, prosedur ini memiliki kendala yang luar biasa besar. Tak mudah untuk, mengumpulkan material DNA dalam jumlah yang cukup dari hewan yang sudah punah. Apalagi jika hewan tersebut sudah punah dalam jangka waktu sangat lama.
Supaya dampak buruk yang ada dapat diminimalisasi, setidaknya ada dua kriteria sebelum membangkitkan hewan punah. Yaitu: keunikan dan bagaimana kontribusinya dalam pelestarian lingkungan.
Segala proses yang melibatkan rekayasa genetika selalu akan diikuti resiko yang serius. Salah satu resiko yang membuat topik ini selalu diperdebatkan oleh banyak kalangan adalah karena manusia belum sepenuhnya mampu mengontrol dan memprediksi hasil perubahan DNA yang terjadi pada generasi-generasi keturunannya.
Di samping itu, isu membangkitkan hewan punah dianggap akan merubah pandangan manusia mengenai kepunahan.
Banyak pihak khawatir jika manusia nantinya cenderung menyepelekan isu lingkungan karena menganggap semua yang telah punah bisa dibangkitkan kembali.
Padahal hadirnya teknologi yang sangat luar biasa ini seharusnya bisa membantu hidup manusia dan menjadikan bumi menjadi tempat yang lebih baik lagi. Bukan sebaliknya.
Penulis: Hilaria Arum
Editor: Bolu Bubu
Video Editor: Gerry Intan Darajati
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!