Secara alamiah, hewan liar dapat mencari makanannya sendiri tanpa campur tangan manusia. Namun sejak dampak pemanasan global semakin meluas, banyak hewan liar kesulitan mencari makan. Hal ini membuat para peneliti mempertimbangkan opsi untuk memberi makan hewan liar. Tetapi, mengapa kesejahteraan mereka menjadi tanggung jawab manusia?
Beruang kutub adalah salah satu hewan yang paling merasakan dampak dari pemanasan global. Makanan utama mereka adalah anjing laut yang hidup di hamparan es Samudera Arktik. Ketika banyak es yang mencair, maka beruang harus berjalan dan berenang lebih jauh demi mendapatkan makanan.
Tak hanya beruang kutub saja yang kesulitan mendapat makanan. Banyak hewan liar bahkan ditemukan di daerah yang jauh dari teritori asli mereka. Kamu mungkin pernah mendengar berita mengenai satwa hutan yang masuk ke pemukiman warga. Meskipun takut diburu manusia, namun hal ini menjadi satu-satunya harapan mereka untuk mendapatkan makanan.
Simak juga: Perjuangan Menyembuhkan Trauma Dua Beruang dari Kekejaman Sirkus
Meskipun kita telah mengetahui berbagai kasus hewan liar kelaparan, namun bukan berarti kita bisa memberi makan hewan liar sembarangan. Beberapa negara melarang dengan keras warganya untuk memberi makan hewan liar. Berbagai alasan logis berikut menjadi dasar dari aturan tersebut.
Tidak semua makanan yang dianggap lezat dan bergizi oleh manusia, dapat dicerna dengan baik oleh hewan. Oleh karena itu, memberi makan tanpa tahu dampak apa yang mungkin ditimbulkan hanya akan membahayakan kesehatan sang hewan. Selain itu, makanan yang dapat dikonsumsi oleh satu spesies dapat menjadi racun untuk spesies lainnya. Setiap spesies hewan memiliki organ pencernaan yang berbeda, sehingga jenis makanan yang dapat dicerna pun berbeda pula.
Hewan liar memiliki naluri untuk takut pada manusia karena mereka tidak terlatih dan tidak terbiasa berinteraksi dengan manusia. Namun apabila manusia secara rutin memberi mereka makan, maka satwa liar ini akan terbiasa melakukan kontak dengan manusia. Resikonya, mereka tidak akan merasa takut lagi dengan manusia. Ketika sudah merasa nyaman dengan kehadiran manusia, maka potensi masuknya hewan liar ke pemukiman warga akan semakin besar.
Efek lainnya adalah, hewan liar dapat kehilangan naluri berburu. Mereka tak perlu repot mencari mangsa karena makanan sudah tersedia di hadapan mereka. Ketika hewan sudah tak bisa berburu lagi, maka di masa mendatang hewan tersebut tidak akan bisa bertahan hidup di habitatnya sendiri.
Meski resiko yang mungkin akan timbul tidak bisa dianggap remeh, bukan berarti permasalah hewan yang kelaparan ini dapat dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, para ilmuwan menawarkan beberapa solusi dengan resiko yang lebih rendah. Salah satunya yaitu memperbaiki kondisi alam yang kini telah rusak. Mengapa hal ini dianggap menjadi solusi yang terbaik?
Manusia adalah makhluk yang paling berkontribusi pada rusaknya alam. Maka idealnya, manusia pula yang harus bertanggung jawab untuk memulihkan ekosistem. Sayangnya, sangat sulit untuk memperbaiki bumi yang sudah terlanjur rusak. Bumi yang sudah terlanjur panas dan bongkahan es di kutub yang sudah mencair tentu akan sulit untuk didinginkan kembali dalam waktu singkat.
Cara lain yang juga menjadi wacana para ilmuwan adalah melakukan domestikasi hewan liar. Para ilmuwan menganggap, hewan yang hidup berdampingan dengan manusia cenderung lebih sejahtera. Alasannya adalah karena domestikasi memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Tak hanya makanan, namun juga tempat tinggal yang layak.
Domestikasi hewan juga dapat menjadi cara yang jitu untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kesejahteraan hewan. Sehingga dampak jangka panjangnya adalah angka perburuan liar dapat ditekan secara signifikan.
Contoh domestikasi paling sukses yang pernah ada adalah anjing. Sejak anjing menjadi hewan jinak dan dipelihara manusia, memburu dan membunuh anjing dianggap sebagai hal yang jahat. Tak jarang kita melihat para penyiksa anjing mendapat banyak kecaman dari komunitas pecinta hewan.
Simak juga: Mengapa Kita Harus Menyelamatkan Hewan yang Terancam Punah?
Bandingkan dengan rubah atau serigala. Hewan liar yang masih memiliki kekerabatan genetika dengan anjing ini seringkali dianggap lebih berharga setelah mati dibandingkan ketika hidup. Faktanya, angka perburuan liar pada rubah sangat tinggi karena banyak orang bersedia membeli bulunya dengan harga yang mahal.
Sayangnya, proses domestikasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Ada banyak hewan liar yang kondisi habitatnya sangat berbeda dengan tempat tinggal manusia. Membuat habitat baru bagi hewan tentu memerlukan biaya mahal dan komitmen kuat dari masyrakat untuk menjaganya. Apabila manusia tidak menjaganya dengan baik, maka sia-sia saja semua usaha yang sudah dilakukan untuk membangun replika habitat tersebut.
Permasalahan lain yang akan muncul dari domestikasi adalah tentang ketersediaan makanan. Tahukah kamu berapa banyak makanan yang dibutuhkan beruang kutub? Satu beruang jantan seberat 500 kg membutuhkan setidaknya 100 kg makanan untuk satu kali makan. Bayangkan, harus berapa banyak makanan yang manusia sediakan untuk satu populasi beruang?
Di samping itu, memberi makan dalam jumlah banyak pada hewan beresiko memicu konflik sosial. Seperti yang kita tahu, tidak semua manusia memiliki akses untuk mengonsumsi makanan yang sehat. Di berbagai belahan dunia, masih banyak masyarakat yang menderita kelaparan dan kekurangan gizi. Dalam keadaan seperti ini, tentu rasanya tidak manusiawi untuk lebih mementingkan kepentingan hewan dibandingkan manusia.
Lalu, apakah manusia hanya bisa diam saja dan membiarkan hewan mati kelaparan?
Setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi angka hewan yang kelaparan. Pertama, melakukan supplemental feeding. Metode ini bertujuan untuk mendistribusikan makanan kepada hewan liar namun tidak memancing mereka masuk ke pemukiman warga.
Cara melakukan supplemental feeding adalah dengan memberi makanan di lokasi yang jauh dari populasi warga. Selain itu, pemberian makanan tidak boleh dilakukan secara terpusat. Tujuannya supaya tidak mengundang satu kawasan besar hewan datang dan berebut makanan.
Cara kedua adalah dengan metode naturescaping. Berbeda dengan cara sebelumnya, metode ini diterapkan dengan menanam tumbuhan asli, meletakkan makanan, dan memberi sumber air untuk diminum. Namun, penempatannya harus dibuat menyerupai habitat aslinya. Metode ini tidak hanya menguntungkan satu jenis hewan saja tetapi semua spesies yang ada di habitat yang sama.
Melihat bagaimana hewan sengsara karena tidak dapat memperoleh makanan seharusnya menyadarkan manusia bahwa ancaman pemanasan global adalah bencana bagi semua makhluk hidup. Kita semua dapat berkontribusi untuk mewujudkan alam yang lebih lestari. Mulailah dari hal-hal kecil seperti mengurangi penggunaan kantong plastik, menghemat listrik, dan membatasi pemakaian kendaraan pribadi. Memang terkesan sederhana. Namun apabila semua orang melakukan hal yang sama, niscaya suatu perubahan besar akan mungkin terwujud.
Penulis: Hilaria Arum
Editor: Glen Susanto
Video Editor: Gerry Intan Darajati
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!