Berita mengenai paus yang terdampar di pinggir pantai bukanlah sesuatu yang asing. Meskipun beberapa di antara mereka berhasil diselamatkan dan dilepas kembali ke lautan, namun seringkali paus tersebut akhirnya mati tanpa sempat mendapat pertolongan.
Dalam beberapa kasus, jumlah paus yang terdampar tidak hanya satu atau dua, namun mencapai ratusan ekor. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan para ilmuwan. Mengapa hewan cerdas yang hidup di laut dalam dapat terdampar hingga ke daratan?
Simak juga: Bayi Anjing Laut yang Menjadi Korban Perburuan Liar Kini telah Dilepaskan Kembali ke Alam Liar
Hampir semua jenis spesies paus di samudera pernah terdampar di laut dangkal. Mulai dari spesies paus kepala melon (Peponocephala electra), paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens), paus berparuh cuvier (Ziphius cavirostris), hingga paus sperma (Physeter macrocephalus). Namun dari antara semua itu, spesies paus pilot sirip panjang (Globicephala melas) dan sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) adalah yang paling sering menjadi korban.
Paus hidup di laut yang memiliki kedalaman 1000 meter atau lebih. Padahal, cahaya matahari sulit menembus laut yang terlalu dalam. Terlebih lagi apabila laut tersebut telah tercemar polusi, maka akan semakin keruh dan gelap. Supaya tetap dapat bertahan hidup, paus mengandalkan kemampuan ekolokasi.
Kemampuan ekolokasi yang dimiliki paus memungkinkan mereka untuk berenang dengan bebas tanpa takut tertabrak sesuatu. Ketika ada halang rintang atau bahaya menghadang, mereka mampu menghindar dan mencari tempat lain yang lebih aman. Selain itu, kemampuan ini juga memudahkan mereka dalam mendapatkan hewan buruan.

Ekolokasi bekerja dengan cara memanfaatkan gelombang suara yang ada di sekitar paus dan menggunakannya sebagai pemandu. Ketika dimanfaatkan untuk berburu, maka paus dapat mengetahui dengan pasti dimana lokasi hewan buruan berada. Itulah sebabnya mereka tetap dapat berenang dengan aman sekalipun tidak ada cahaya, karena mereka tahu letak halang rintang yang ada di sekitarnya.
Karena bergantung pada gelombang suara alami di laut, maka berbagai aktivitas manusia yang menimbulkan suara keras dapat mengganggu pendengaran paus. Hal ini terbukti dengan banyaknya paus yang ditemukan mati dalam kondisi mengalami pendarahan di telinga bagian dalam.
Kegiatan militer yang melibatkan efek sonar adalah salah satu contoh kegiatan yang merusak sistem pendengaran paus. Selain itu, penggunaan peledak untuk menangkap ikan juga turut mempengaruhi kemampuan paus dalam menangkap frekuensi suara.
Simak juga: Diselamatkan dari Jaring Nelayan, Penyu Hijau Ini Mengeluarkan Kotoran Berupa Sampah Plastik
Aktivitas manusia di lepas pantai bukanlah satu-satunya penyebab paus terdampar. Kondisi laut yang kotor karena tercemar polusi dapat mengakibatkan ekolokasi mereka salah memberikan navigasi. Tak hanya itu saja, perubahan temperatur laut juga dapat mempengaruhi kemampuan ekolokasi paus. Akibatnya, mereka dapat berenang ke arah yang salah dan menyebabkan paus ditemukan di luar teritori asli mereka.
Selain akibat aktivitas manusia dan polusi laut, paus yang sakit atau cedera juga memiliki kecenderungan untuk berenang ke arah pantai. Tujuannya supaya mereka lebih mudah menghirup oksigen untuk bernapas. Namun, sebagian dari mereka sudah terlalu lemah untuk melanjutkan perjalanan sehingga akhirnya terdampar dan tidak berhasil menyelamatkan diri.
Paus memang bernapas melalui paru-paru. Namun, tubuh mereka tidak diciptakan untuk dapat bertahan hidup di daratan. Ketika terdampar di permukaan yang keras, maka rongga dada mereka akan menekan dan merusak organ-organ vital di dalamnya. Akibatnya, potensi paus untuk mati sebelum sempat dikembalikan lagi ke laut sangatlah besar.
Dalam satu kawanan paus yang terdampar, tidak semua dari mereka ditemukan dalam kondisi sakit. Banyak pula paus bertubuh sehat yang turut ditemukan di daratan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Ikatan emosional yang amat erat di antara kawanan paus membuat mereka ingin terus mendampingi sesamanya yang sedang sakit. Bahkan, mereka tidak ragu untuk turut serta berenang ke arah pantai sekalipun mereka menyadari bahaya apa yang mengancam. Itulah sebabnya, mengapa paus yang terdampar belum tentu dalam kondisi sakit atau cedera.
Relasi emosional yang mendalam tersebut bahkan membuat paus yang sehat menunjukkan gejala stres ketika menemukan sesamanya yang sakit akhirnya mati.
Kini, para peneliti telah menemukan metode untuk meminimalkan jumlah paus yang mati saat terdampar. Caranya yaitu dengan menerapkan metode triage. Triage adalah proses untuk menentukan prioritas perawatan medis dengan mempertimbangkan tingkat keparahan kondisi individu. Sehingga, dapat diketahui paus manakah yang harus dilepaskan ke laut terlebih dahulu dan manakah yang membutuhkan perawatan intensif. Dengan begitu, peneliti dapat memberi perawatan untuk paus yang sakit atau cedera parah dengan cepat dan tepat.
Simak juga: Hiu Menyerang Manusia, Kenapa?

Dalam konteks yang lebih luas, peneliti juga mampu mengidentifikasi penyebab utama mengapa paus sampai terdampar di daerah itu. Sehingga di masa mendatang, baik peneliti, pemerintah, maupun masyarakat sekitar, dapat bersama-sama membantu menanggulangi penyebab cedera yang dialami paus.
Penulis: Hilaria Arum
Editor: Glen Susanto
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!