Banyak pihak mengkhawatirkan masa depan populasi gajah, terutama dengan fakta bahwa sekitar 50.000 gajah Afrika dibunuh setiap tahunnya. Pemburu liar di negara-negara Afrika biasanya menjual gading ke tengkulak yang kemudian akan dijual kembali ke kelompok ekspor besar yang ahli dalam memindahkan barang-barang ilegal. Kelompok-kelompok ini mengandalkan kapal peti kemas untuk memindahkan kargo selundupan. Mengingat volume perdagangan maritim yang sangat besar, sekitar 11 miliar ton per tahun, melakukan pemeriksaan terhadap setiap isi kontainer secara menyeluruh tentu hal yang sulit dan mahal.
Dalam jurnal Nature Human Behavior, para peneliti menggunakan teknik penyelidikan genetik untuk menghubungkan ratusan gading ilegal hasil selundupan dengan gajah lain di alam liar yang masih memiliki relasi kekeluargaan. Hal ini berpotensi untuk memberikan informasi detail tentang bagaimana dan di mana jaringan kejahatan global beroperasi.
Tim yang diketuai oleh Dr. Sam Wasser, ahli biologi konservasi dari University of Washington sekaligus penulis riset ini, berupaya menjawab masalah tersebut dengan mengadaptasi alat yang biasa digunakan dalam forensik manusia. Investigator terkadang menggunakan pencarian keluarga untuk menemukan pelaku dengan mengidentifikasi kemungkinan kerabat dalam basis data DNA. Dilansir dari New York Times, meski metode ini telah banyak digunakan dalam kasus kriminal manusia, namun baru pertama kali diaplikasikan pada hewan untuk kasus kejahatan lingkungan skala global.
Simak juga: Mengapa Memotong Cula Badak Dapat Menyelamatkan Populasi Mereka dari Perburuan Liar?
Laboratorium Dr. Wasser di University of Washington sebelumnya telah mengembangkan metode untuk mengaitkan gading dengan tanda genetik hewan tertentu menggunakan modifikasi alat yang digunakan untuk mengekstrak DNA dari gigi manusia. Begitu peneliti mengakses gading sitaan, mereka harus mampu memilih gading mana yang akan diambil sampelnya secara strategis.
“Mungkin ada 2.000 gading, dan kami hanya dapat mengambil 200 sampel per penyitaan karena mahal,” ungkap Dr Wasser. Pengambilan sampel setiap gading membutuhkan biaya sekitar $200 (2,9 juta rupiah).
Cara mengambil sampel dilakukan dengan memotong sedikit dari dasar setiap gading, dengan panjang sekitar dua inci dan tebal setengah inci, menargetkan lapisan yang kaya akan DNA untuk dianalisis di lab Dr. Wasser di Seattle, AS.
Dalam studi saat ini, tim menemukan hampir 600 gading memiliki kecocokan secara genetik, sebagian besar dari kerabat dekat gajah (induk, anak, saudara kandung, atau saudara tiri) di seluruh muatan yang disita. Kecocokan ini memungkinkan penegak hukum untuk menghubungkan bukti fisik dari investigasi terpisah — seperti catatan ponsel dan struk tagihan dari pelabuhan asal — untuk menentukan pelaku kejahatan.
Simak juga: Mitos Kesehatan di Balik Maraknya Perburuan Liar Gading Gajah
Riset ini berhasil menunjukkan pola berulang selama 17 tahun, di mana gading dari keluarga gajah yang sama bergerak melalui pelabuhan umum Afrika dalam wadah terpisah. Dengan menggabungkan bukti genetik dan fisik, peneliti dapat memetakan pola pelabuhan yang digunakan dalam perdagangan, negara-negara di mana gajah diburu, dan hubungan antara pengiriman. Hasil menunjukkan bahwa kartel besar yang sama telah beroperasi selama beberapa dekade dan masih mendapatkan gading dari tempat yang sama hingga saat ini.
Kini, Dr. Wasser sedang membangun basis data DNA dalam skala besar dari gading yang disita. Di masa mendatang, gading yang disita akan dianalisa dan ditambahkan dalam basis data tersebut untuk memudahkan otoritas terkait dalam menghubungkan dengan aktivitas ilegal.
“Apa yang kami pelajari dari gajah telah memelopori bidang penyelidikan yang benar-benar baru,” ujarnya. Pendekatan ini juga sekarang diterapkan untuk perdagangan kayu dan tenggiling ilegal, mamalia yang paling banyak diburu di dunia.
Penulis : Hilaria Arum
Editor : Bolu Bubu
💖
Bolu Bubu adalah startup digital media yang mempublikasikan video menginspirasi, menyentuh dan menghibur tentang hewan peliharaan untuk menciptakan perspektif positif di masyarakat akan dunia fauna.
Klik di sini untuk subscribe channel Bolu Bubu.
Jangan lupa follow dan like Bolu Bubu di social media ya!